PENGARUH LIGAN
TERHADAP WARNA ION KOMPLEKS
(Laporan Praktikum Kimia
Anorganik I)
Oleh
Novita Sari Fasihah
1313023060
LABORATORIUM PEMBELAJARAN KIMIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU
PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2014
Judul Percobaan : Pengaruh Ligan Terhadap Warna Ion
Kompleks
Tanggal
Percobaan : 08 Desember 2014
Tempat Percobaan
: Laboratorium Pembelajaran Kimia
Nama :
Novita Sari Fasihah
NPM :
1313023060
Fakultas : Keguruan da Ilmu Pendidikan
Jurusan : Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam
Program Studi : Pendidikan Kimia
Kelompok : 1 (Satu)
Bandar
Lampung, 08 Desember 2014
Mengetahui
Asisten
Irma
Ria Ferdianti
NPM.1213023033
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Salah satu sifat
unsur transisi adalah memiliki kecenderungan membentuk ion kompleks atau
senyawa kompleks. Ion-ion dari unsur logam transisi memiliki orbital-orbital
kosong yang dapat menerima pasangan elektron pada pembentukan ikatan dengan
molekul atau anion tertentu membentuk ion kompleks
Senyawa kompleks telah banyak
dipelajari dan diteliti melalui suatu tahapan-tahapan reaksi (mekanisme reaksi)
dengan menggunakan ion-ion logam serta ligan yang berbeda-beda. Ligan memiliki
kemampuan sebagai donor pasangan elektron sehingga dapat dibedakan atas ligan
monodentat, bidentat, tridentat dan polidentat.
Banyak sintesis senyawa kompleks yang telah
dilakukan menghasilkan senyawa antara sebagai katalis yang dapat membantu dalam
reaksi-reaksi kimia. Salah satu senyawa yang dapat digunakan dalam sintesis
kompleks adalah ligan yang berasal dari basa Schiff, dimana senyawa kompleks
yang terbebtuk merupakan salah satu senyawa antara yang dapat digunakan untuk
bermacam penerapan ilmu, seperti dalam ilmu biologi, klinik dan analitik. Kerja
dan aktivitas obat menunjukkan kenaikan setelah dijadikan logam-logam transisi
terkhelat yang ternyata lebih baik daripada hanya menggunakan senyawa organik.
Dalam beberapa hal kompleks tidak memberikan reaksi
dalam larutan karakteristik ion logam atau ligan tidak kompleks tetapi
stabilitas
termodinamik dan kinetik bervariasi sehingga hal
ini bukan merupakan kriteria pembentukan senyawa koordinasi.
Ion kompleks terdiri atas ion
logam pusat dikelilingi anion-anion atau molekul-molekul membentuk ikatan
koordinasi. Ion logam pusat disebut ion pusat atau atom pusat. Anion atau
molekul yang mengelilingi ion pusat disebut ligan. Ion pusat merupakan ion
unsur transisi, dapat menerima pasangan elektron bebas dari ligan. Pengaruh
ligan ini dapat membentuk warna pada ion kompleks. Oleh karena itu, kita akan
mempelajari bagaimana pengaruh ligan ini dalam warna ion kompleks.
1.2 Rumusan
Masalah
Adapun rumusan masalah
dalam makalah ini ialah sebagai berikut:
1. Apa pengertian dari ligan?
2. Apakah ciri khas ligan?
3. Apa sajakah jenis-jenis ligan?
4. Bagaimanakah pengelompokkan jenis ikatan ligan?
5. Bagaimanakah hubungan ligan dengan bilangan
koordinasi?
6. Apakah hubungan antara ligan dengan ion kompleks?
1.3 Tujuan
Penulisan
Tujuan dari
penulisan makalah ini adalah untuk:
1. Mengetahui
pengertian ligan
2. Mengetahui
ciri khas ligan
3. Mengetahui
jenis-jenis ligan
4. Mengetahui
pengelompokkan jenis-jenis ikatan ligan
5. Mengetahui
hubungan ligan dengan bilangan koordinasi
6. Mengetahui
hubungan antara ligan dengan ion kompleks
1.4 Manfaat
penulisan
Adapun manfaat
dari penulisan makalah ini adalah agar mahasiswa lebih mengetahui seberapa
besar pengaruh ligan terhadap warna ion kompleks
1.5 Batasan
Masalah
Untuk
memfokuskan pada tujuan makalah, maka penulis membatasi ruang lingkup yang akan
dibahas. Adapun batasan masalahnya adalah sebagai berikut:
1. Atom
pusat
2. Ligan
3. Ciri
khas ligan
4. Bilangan
koordinasi
5. Ligan
monodentat dan polidentat
6. Jenis
ikatan pada ligan
7. Senyawa
koordinasi
8. Senyawa
kompleks
9. Ion
kompleks
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Dalam
pelaksanaan analisis anorganik kualitatif banayk digunakan reaksi-reaksi yang
menghasilkan pembentukan kompleks. Suatu ion (atau molekul) kompleks terdiri
dari satu atom (ion) pusat dan sejumlah ligan yang terikat era dengan atom
(ion) pusat itu. Jumlah relative komponen-komponen ini dalam kompleks yang
stabil Nampak mengikuti stokiometri yang sangat tertentu, meskipun ini tak
dapat ditafsirkan di dalam lingkum konsep valensi yang klasik. Atom pusat ini
ditandai oleh bilangan koordinasi, suatu angka bulat, yang menunjukan jumlah
ligan yang dapat membentuk kompleks yang stabil dengan satu atom pusat.
Bilangan
koordinasi menyatakan jumlah ruang yang terbuka sekitar atom atau ion pusat
dalam apa yang disebut bulatan koordinasi yang masing-masing dapat dihuni satu
ligan (monidendrat). Pembentukan kompleks dalam analisis organic kualitatif
sering terlihat dipakai untuk pemisahan atau isentifikasi. Salah satu fenomena
yang paling umu yang muncul bila ion kompleks terbentuk adalah perubahan warna
dalam larutan (Vogel, 1979).
Senyawa koordinasi/senyawa kompleks adalah senyawa yang terbentuk melalui ikatan koordinasi, yakni ikatan kovalen koordinasi antara ion/atom pusat dengan ligan (gugus pelindung). Disebut juga sebagai senyawa kompleks karena sulit dipahami pada awal penemuannya. Ikatan kovalen koordinasi yang terjadi merupakan ikatan kovalen (terdapat pasangan elektron yang digunakan bersama) di mana pasangan elektron yang digunakan bersama berasal dari salah satu atom. Ikatan koordinasi bisa terdapat pada kation atau anion senyawa tersebut. Ion/atom pusat merupakan ion/atom bagian dari senyawa koordinasi yang berada di pusat
(bagian tengah) sebagai penerima pasangan electron sehingga dapat di sebut
sebagai asam Lewis, umumnya berupa logam (terutama logam-logam transisi).
Sedangkan ligan atau gugus pelindung merupakan atom/ion bagian dari senyawa
koordinasi yang berada di bagian luar sebagai pemberi pasangan elektron
sehingga dapat disebut sebagai basa Lewis (Chang,2004).
Teori medan kristal tentang senyawa koordinasi menjelaskan bahwa dalam pembentukan kompleks terjadi interaksi elektrostatik antara ion logam (atom pusat) dengan ligan. Jika ada enam ligan yang berasal dari arah yang berbeda, berinteraksi dengan atom/ion logam pusat, langsung dengan ligan akan mendapatkan pengaruh medan ligan lebih besar dibandingkan dengan orbital-orbital lainnya. Akibatnya, orbital tersebut akan mengalami peningkatan energi dan kelima sub orbital d-nya akan terpecah (splitting) menjadi dua kelompok tingkat energi. Kedua kelompok tersebut adalah : 1) Dua sub orbital (dx2-dy2, dan dz2) yang disebut dy atau eg dengan tingkat energi yang lebih tinggi, dan 2) Tiga su orbital (dxz, dxy, dan dyz) yang disebut de atau t2g dengan tingkat energi yang lebih rendah. Perbedaan tingkat energi ini menunjukkan bahwa teori medan kristal dapat menerangkan terjadinya perbedaan warna kompleks (Hala, 2008).
Teori medan kristal tentang senyawa koordinasi menjelaskan bahwa dalam pembentukan kompleks terjadi interaksi elektrostatik antara ion logam (atom pusat) dengan ligan. Jika ada enam ligan yang berasal dari arah yang berbeda, berinteraksi dengan atom/ion logam pusat, langsung dengan ligan akan mendapatkan pengaruh medan ligan lebih besar dibandingkan dengan orbital-orbital lainnya. Akibatnya, orbital tersebut akan mengalami peningkatan energi dan kelima sub orbital d-nya akan terpecah (splitting) menjadi dua kelompok tingkat energi. Kedua kelompok tersebut adalah : 1) Dua sub orbital (dx2-dy2, dan dz2) yang disebut dy atau eg dengan tingkat energi yang lebih tinggi, dan 2) Tiga su orbital (dxz, dxy, dan dyz) yang disebut de atau t2g dengan tingkat energi yang lebih rendah. Perbedaan tingkat energi ini menunjukkan bahwa teori medan kristal dapat menerangkan terjadinya perbedaan warna kompleks (Hala, 2008).
Ligan adalah spesies yang memiliki atom-atom yang dapat menyumbangkan sepasang elektron pada ion logam pusat pada tempat tertentu dalam lengkung koordinasi. Sehingga, ligan merupakan basa lewis dan ion logam adalah asam lewis. Jika ligan hanya dapat menyumbangkan sepasang elektron (misalnya NH3 melalui atom N) disebut ligan unidentat. Ligan ini mungkin merupakan anion monoatomik (tetapi bukan atom netral) seperti ion halida, anion poliatomik seperti NO2-, molekul sederhana seperti NH3 atau molekul kompleks seperti piridin C5H5N (Petrucci, 1987).
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN
3.1 Alat
dan Bahan
Adapun alat-alat
yang digunakan pada percobaan ini adalah 1 buah gelas ukur 50mL, 1 buah gelas
ukur 10mL, 1 buah gelas kimia 100mL, 1 buah spatula, 6 buah tabung reaksi
besar, 1 buah rak tabung reaksi, dan 3 buah pipet tetes.
Adapun
bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah 3 gram senyawa kobalt
yang larut dalam air, 1mL amonia 1M, 1mL larutan KSCN 1M, 1mL larutan KCN 1M,
1mL larutan CuSO4 1M, 1mL larutan NaCl 1M, 1 mL larutan oksalat 1M,
dan 50mL aquades.
3.2 Prosedur
Percobaan
1. Melarutkan
3 gram senyawa kobalt yang larut dalam air kedalam 50mL aquades, mengamati
perubahan warna yang terjadi
2. Menyiapkan
5 tabung reaksi besar, kemudian mengisi masing-masing tabung reaksi dengan 5mL
larutan kobalt yang telah disiapkan diatas
3. Menetesi
masing-masing tabung reaksi dengan satu jenis larutanligan yang telah disiapkan
4. Melakukan
pengamatan terhadap warna kompleks untuk setiap percobaan
BAB IV
PEMBAHASAN
Atom pusat merupakan logam yang bersifat sebagai
asam lewis. Sedangkan ligan, berasal dari bahasa latin yakni “ligare”
yang berarti “untuk mengikat”. Pengertian ligan
adalah suatu ion atau molekul yang memiliki sepasang elektron atau lebih yang
dapat disumbangkan. Ligan merupakan basa lewis yang dapat terkoordinasi pada
ion logam atau sebagai asam lewis membentuk senyawa kompleks. Ligan dapat
berupa anion atau molekul netral. Jika suatu logam transisi berikatan secara
kovalen koordinasi dengan satu atau lebih ligan maka akan membentuk suatu
senyawa kompleks, dimana logam transisi tersebut berfungsi sebagai atom pusat.
Logam transisi memiliki orbital d yang belum terisi penuh yang bersifat asam lewis yang dapat menerima
pasangan elektron bebas yang bersifat basa lewis. Ligan pada senyawa kompleks
dikelompokkan berdasarkan jumlah elektron yang dapat disumbangkan pada atom
logam.Ikatan kovalen koordinasi adalah ikatan kovalen yang mana pemakaian bersama elektron
didonorkan dari salah satu atom pembentuknya yakni ligan (basa lewis) ke atom
pusat (asam lewis).
Di antara ciri-ciri khas ligan
yang umum diakui sebagai mempengaruhi kestabilan kompleks dalam mana ligan itu
terlibat, adalah :
1. kekuatan basa dari
ligan itu,
2. sifat-sifat penyepitan
(jika ada), dan
3. efek-efek sterik
(ruang).
Keinertan atau kelabilan kinetik
dipengaruhi oleh banyak faktor, tetapi pengamatan umum berikut ini merupakan
pedoman yang baik akan perilaku kompleks-kompleks dari berbagai unsur, yaitu
diantaranya :
1. Unsur
grup utama, biasanya membentuk kompleks-kompleks labil.
2. Dengan
kekecualian Cr(III) dan Co(III), kebanyakan unsur transisi baris-pertama,
membentuk kompleks-kompleks labil.
3. Unsur
transisi baris kedua dan baris ketiga, cenderung membentuk kompleks-kompleks
inert.
Ligan pada senyawa kompleks
dikelompokkan berdasarkan jumlah elektron yang dapat disumbangkan pada atom
logam.
1. Ligan Monodentat
Ligan yang terkoordinasi ke atom
logam melalui satu atom saja disebut ligan monodentat, misalnya F-,
Cl-, H2O dan CO [2]. Kebanyakan ligan adalah anion
atau molekul netral yang merupakan donor elektron. Beberapa ligan monodentat
yang umum adalah F-, Cl-, Br-, CN-,
NH3, H2O, CH3OH, dan OH-.
Jika ligan tersebut terkoordinasi
pada logam melalui dua atom disebut ligan bidentat.Ligan ini terkenal diantara
ligan polidentat. Ligan bidentat yang netral termasuk diantaranya anion diamin,
difosfin, dieter.
Ligan yang telah dibahas
sebelumnya, seperti NH3 dan Cl– dinamakan ligan
monodentat (bahasa Latin: satu gigi). Ligan-ligan ini memiliki atom donor
tunggal yang dapat berkoordinasi dengan atom pusat. Beberapa ligan dapat
memiliki dua atau lebih atom donor yang dapat dikoordinasikan dengan ion logam
sehingga dapat mengisi dua atau lebih orbital d ion logam. Ligan seperti itu
dinamakan ligan polidentat (bahasa Latin: bergigi banyak).
Oleh karena ligan polidentat
dapat mencengkeram ion logam dengan dua atau lebih atom donor, ligan polidentat
juga dikenal sebagai zat pengkelat. Contoh ligan polidentat seperti
etilendiamin (disingkat en) dengan rumus struktur pada Gambar 2a.
Ligan en memiliki dua atom
nitrogen, masing-masing dengan sepasang elektron bebas yang siap didonorkan.
Atom-atom donor ini harus saling berjauhan agar keduanya dapat mengkoordinasi
ion logam membentuk kompleks dengan posisi berdampingan.
Zat pengkelat seperti EDTA pada
Gambar 2c sering digunakan dalam analisis kimia, terutama dalam menentukan
kadar ion kalsium dalam air. Ion EDTA4– memiliki enam atom
donor (4 dari gugus COO–, 2 dari atom N). Dengan EDTA, tingkat kesadahan
air dapat diukur. Dalam bidang kedokteran zat pengkelat sering digunakan untuk
mengeluarkan ion logam, seperti Hg2+, Pb2+, dan Cd2+. Dalam
sistem tubuh terdapat zat pengkelat, seperti mioglobin dan oksihemoglobin.
Teori
mengenai ikatan dalam senyawa kompleks mulai berkembang sekitar tahun 1930.
Sampai dengan saat ini ada 3 teori yang cukup menonjol :
a.
Teori Ikatan Valensi
(Valence Bond Theory)
Teori ini dikemukakan oleh Linus Pauling sekitar tahun 1931. Teori ini menyatakan bahwa ikatan antara ligan
dengan logam merupakan ikatan kovalen koordinasi, dengan pasangan elektron
bebas yang disumbangkan oleh ligan. Logam pusat menyediakan orbital-orbital
kosong yang telah mengalami hibridisasi untuk ditempati oleh PEB dari ligan.
Jenis hibridisasi orbital menentukan bentuk geometris senyawa kompleks yang
terbentuk. Pembentukan ikatan dalam senyawa kompleks juga dapat ditinjau
sebagai reaksi Asam-Basa Lewis, dimana ligan merupakan Basa Lewis yang
memberikan PEB.
Hibridisasi
|
Geometris
|
Contoh
|
sp2
|
Trigonal planar
|
[HgI3]-
|
sp3
|
Tetrahedral
|
[Zn(NH3)4]2+
|
d2sp3
|
Oktahedral
|
[Fe(CN)6]3-
|
dsp2
|
Bujur sangkar/ segi empat planar
|
[Ni(CN)4]2-
|
dsp3
|
Bipiramida trigonal
|
[Fe(CO)5]2+
|
sp3d2
|
Oktahedral
|
[FeF6]3-
|
Pembentukan ikatan melibatkan beberapa tahapan,
meliputi promosi elektron; pembentukan orbital hibrida; dan pembentukan ikatan
antara logam dengan ligan melalui overlap antara orbital hibrida logam yang
kosong dengan orbital ligan yang berisi pasangan elektron bebas.
Pada hibridisasi yang melibatkan orbital d, ada dua macam kemungkinan
hibridisasi. Jika dalam hibridisasi orbital d
yang dilibatkan adalah orbital d
yang berada di luar kulit dari orbital s
dan p yang berhibridisasi, maka
kompleks yang terbentuk disebut sebagai kompleks orbital luar, atau outer orbital complex. Sebaliknya, jika
dalam hibridisasi yang dilibatkan adalah orbital d di dalam kulit orbital s
dan p yang berhibridisasi, maka
kompleks tersebut dinamakan kompleks orbital dalam atau inner orbital complex. Umumnya kompleks orbital dalam lebih stabil
dibandingkan kompleks orbital luar, karena energi yang dilibatkan dalam
pembentukan kompleks orbital dalam lebih kecil dibandingkan energi yang
terlibat dalam pembentukan kompleks orbital luar. Untuk menghibridisasi orbital
d yang berada di dalam orbital s dan p diperlukan energi yang lebih kecil, karena tingkat energinya
tidak terlalu jauh.
Contoh :
v [Ni(CO)4];
memiliki struktur geometris tetrahedral
Ni28 : [Ar] 3d8 4s2
: [Ar]
3d8 4s2
4p0
Ø Elektron
pada orbital 4s mengalami promosi ke orbital 3d, sehingga orbital 4s kosong dan
dapat mengalami hibridisasi dengan orbital 4p membentuk orbital hibrida sp3.
b.
Teori Medan Kristal (Crystal Field Theory)
Teori ini mula-mula diajukan oleh Bethe (1929) dan
Vleck (1931 – 1935), dan mulai berkembang sekitar tahun 1951. Teori ini
merupakan usaha untuk menjelaskan hal-hal yang menjadi kelemahan dari Teori
Ikatan Valensi.
Dalam Teori Medan Kristal (TMK), interaksi yang terjadi antara logam dengan
ligan adalah murni interaksi elektrostatik. Logam yang menjadi pusat dari
kompleks dianggap sebagai suatu ion positif yang muatannya sama dengan tingkat
oksidasi dari logam tersebut. Logam pusat ini dikelilingi oleh ligan-ligan
bermuatan negatif atau ligan netral yang memiliki pasangan elektron bebas
(PEB). Jika ligan merupakan suatau spesi
netral/tidak bermuatan, maka sisi dipol negatif dari ligan terarah pada logam
pusat. Medan listrik pada logam akan saling mempengaruhi dengan medan listrik
ligan.
Dalam Teori Medan Kristal, berlaku beberapa anggapan
berikut :
- ligan dianggap sebagai suatu titik muatan
- tidak ada interaksi antara orbital logam dengan orbital ligan
- orbital d dari logam kesemuanya terdegenerasi dan memiliki energi yang sama, akan tetapi, jika terbentuk kompleks, maka akan terjadi pemecahan tingkat energi orbital d tersebut akibat adanya tolakan dari elektron pada ligan, pemecahan tingkat energi orbital d ini tergantung orientasi arah orbital logam dengan arah datangnya ligan
c.
Teori Orbital Molekul (Molecular Orbital Theory)
Teori Medan Kristal didasarkan atas asumsi bahwa
interaksi yang terjadi antara ligan dan logam pusat murni merupakan interaksi
elektrostatik. Teori ini dapat menjelsakan bentuk geometris; spektra; dan
kemagnetan dari senyawa kompleks dengan memuaskan. Meskipun demikian, teori ini
mengabaikan kemungkinan terbentuknya ikatan kovalen dalam kompleks, hal ini
ternyat bertentangan dengan fakta yang diperoleh sdari sejumlah eksperimen.
Beberapa kelemahan dari Teori Medan Kristal adalah sebagai berikut :
1.
Sejumlah senyawa dengan
tingkat oksidasi nol (misalnya pada kompleks [Ni(CO)4] tidak
mengalami gaya tarik-menarik elektrostatik antara logam dengan ligan, sehingga
dapat dipastikan bahwa ikatan yang terbentuk dalam kompleks merupakan suatu
ikatan kovalen
2.
Urutan ligan dalam
spektrokimia tidak dapat dijelaskan hanya dengan berdasarkan pada keadaan
elektrostatik
3.
Bukti dari spektrum
resonansi magnetik inti dan resonansi spin elektron menunjukkan keberadaan
densitas elektron tidak berpasangan pada ligan, hal ini mengindikasikan adanya
pembagian elektron bersama, sehingga dapat diasumsikan terjadi kovalensi dalam
kompleks
Teori Orbital Molekul (Molecular Orbital Theory)
melibatkan pembentukan ikatan kovalen. Dalam Teori Orbital Molekul (TOM),
ikatan dalam kompleks terjadi melalui pembentukan orbital molekul. Orbital
molekul merupakan orbital yang terbentuk sebagai kombinasi antara orbital atom
yang dimiliki logam dengan orbital atom yang dimiliki oleh ligan. Oleh karena
itu orbital molekul dapat dipelajari dengan menggunakan pendekatan Linear
Combination Atomic Orbital (LCAO). Setiap penggabungan orbital atom menjadi
orbital molekul akan menghasilkan orbital bonding (orbital ikatan) dan orbital
antibonding (orbital anti ikatan).
Senyawa kompleks adalah senyawa yang terbentuk melalui
ikatan koordinasi, yakni ikatan kovalen
koordinasi antara ion/atom pusat dengan ligan (gugus pelindung). Disebut juga
sebagai senyawa kompleks karena sulit dipahami pada awal penemuannya. Ikatan
kovalen koordinasi yang terjadi merupakan ikatan kovalen (terdapat pasangan
elektron yang digunakan bersama) di mana pasangan elektron yang digunakan
bersama berasal dari salah satu atom. Ikatan koordinasi bisa terdapat pada
kation atau anion senyawa tersebut. Ion/atom pusat merupakan ion/atom bagian
dari senyawa koordinasi yang berada di pusat (bagian tengah) sebagai penerima
pasangan electron sehingga dapat di sebut sebagai asam Lewis, umumnya berupa
logam (terutama logam-logam transisi). Sedangkan ligan atau gugus pelindung
merupakan atom/ion bagian dari senyawa koordinasi yang berada di bagian luar
sebagai pemberi pasangan elektron sehingga dapat disebut sebagai basa Lewis.
Senyawa kompleks pertama kali ditemukan oleh Tassert
(1798), yaitu CoCl3.6NH3. Senyawa tersebut dianggap aneh
karena terbentuk oleh 2 senyawa stabil yang masing-masing valensinya sudah
jenuh. Hal ini baru bisa dipahami setelah waktu berlalu sekitar 100 tahun.
Tata nama senyawa kompleks
disusun berdasarkan aturan Alfred erner, pakar Kimia Swiss yang sudah bekerja
meneliti senyawa kompleks lebih dari 60 tahun. Aturan penamaannya adalah
sebagai berikut.
1. Tata nama untuk ligan
bermuatan negatif ditambah akhiran –o, contoh:
1.
Ligan
|
2.
Nama
|
3.
Ligan
|
4.
Nama
|
5.
F-
|
6.
Fluoro
|
7.
NO3–
|
8.
Nitrato
|
9.
Cl-
|
10.
Kloro
|
11.
OH–
|
12.
Hidrokso
|
13.
Br-
|
14.
Bromo
|
15.
O2–
|
16.
Okso
|
17.
I-
|
18.
Iodo
|
19.
NH2–
|
20.
Amido
|
21.
CN-
|
22.
Siano
|
23.
C2O4–
|
24.
Oksalato
|
25.
NO2-
|
26.
Nitro
|
27.
CO32–
|
28.
Karbonato
|
29.
ONO-
|
30.
Nitrito
|
1.
Tata nama untuk ligan netral
digunakan nama molekulnya, kecuali empat ligan yang sudah dikenal umum, seperti
a ua (H2O), amina (NH3), karbonil (CO), dan nitrosil
(NO).
2.
Nama ligan diurut menurut
alfabetis (urutan ligan adalah pertama nama ligan negatif, nama ligan netral,
dan nama ligan positif).
3.
Jika lebih dari satu ligan yang
sama digunakan kata depan di– (dua), tri– (tiga), tetra– (empat), dan
seterusnya.
4.
Jika nama ligan dimulai dengan
huruf vokal untuk ligan polidentat, penomoran menggunakan awalan bis– (dua),
tris– (tiga), dan tetrakis–(empat).
5.
Nama ligan dituliskan terlebih
dahulu diikuti nama atom pusat.
6.
Jika kompleks suatu kation atau
molekul netral, nama atom pusat dituliskan sama seperti nama unsur dan diikuti
oleh angka romawi dalam kurung yang menunjukkan bilangan oksidasinya.
7.
Jika kompleks suatu anion, penulisan nama
dimulai dari kation diikuti nama anion.
8.
Jika kompleks suatu anion, akhiran –at
ditambahkan kepada nama induk logam, diikuti angka romawi yang menyatakan
bilangan oksidasi logam.
Contoh ion kompleks berupa kation:
[Co(NH3)6]Cl3 → heksaaminkobalt(III)
klorida
[Pt(NH3)4Cl2]2+ → ion
tetraamindikloroplatina(IV)
[Co(NH3)6]Cl3 → heksaaminkobalt(III)
klorida
Contoh ion kompleks yang netral:
[Pt(NH3)2Cl4] →
diamintetrakloroplatina(IV)
[Co(NH3)3(NO2)3] →
triamintrinitrokobalt(III)
[Ni(H2NCH2CH2NH2)2Cl2]
→ diklorobis(etilendiamin)nikel(II)
Contoh ion kompleks berupa anion:
K3[Co(NO2)6] → kalium
heksanitrokobaltat(III)
[PtCl6]2– → ion heksakloroplatinat(IV)
Na2[SnCl6] → natrium heksaklorostanat(IV)
Senyawa
koordinasi terdiri dari ion kompleks dan ion lain untuk menetralkan muatannya
(ion counter). Ion kompleks terdiri dari atom pusat (logam atau transisi) yang
berikatan dengan ion lain yang disebut ligan. Contoh senyawa kompleks:
[Co(NH 3 )6]CI 3 →
[Co(NH 3 )6]3+ + 3CI –
Bentuk
geometri: oktrahedral.
[Co(NH
3 )6]3+ sebagai ion kompleks yang bermuatan
positif.
CI
– sebagai ion penetralnya atau ion counter.
·Senyawa kompleks
bereaksi seperti elektrolit dalam air, kedua ion memisah.
·Ion kompleks
bereaksi seperti ion poliatomik, atom pusat dan ligannya tetap berikatan.
Penulisan
Senawa kompleks:
1.
Kation ditulis sebelum anion.
2.
Muatan kation seimbang dengan anion.
3.
Ion kompleks ditulis dalam tanda kurung besar, ligan netral ditulis sebelum
ligan anion.
Kation kompleks
mempunyai ion pusat negatif.
Contoh: [Co(NH3)4Cl]CI
Ion counter: Cl-
Ion kompleks: [Co(NH3)4Cl2]+
(kation kompleks)
Muatan Co:
(ion pusat bermuatan negatif)
Anion kompleks mempunyai ion pusat positif.
Contoh: K2[Co(NH3)CI 4]
Ion counter: K+
Ion kompleks: [Co(NH3)CI4]2-
(anion kompleks)
Muatan Co: (ion pusat bermuatan positif)
Tata Nama Senyawa Kompleks
1.
Kation ditulis sebelum
anion.
2.
Dalam ion kompleks
ligan diberi nama urut abjad, sebelum ion logam.
3.
Ligan netral
menggunakan nama molekul, ligan anion diberi akhiran –ida atau –o.
4.
Awalan numerik
menunjukkan jumah ligan, tidak mempengaruhi urutan nama.
5.
Iom logam ditulis
dengan bilangan oksidasi di dalam kurung, jika memunyai lebih dari satu
bilangan oksidasi.
6.
Pada anion kompleks ion
logam diberi akhiran –ate.
Contoh:
K[Pt(NH3)CI5]
diberi nama “Potassium Amminepemachloroplatinate(IV)
Ion kompleks adalah senyawa
ionik, di mana kation dari logam transisi berikatan dengan dua atau lebih anion
atau molekul netral. Dalam ion kompleks, kation logam unsur transisi dinamakan
atom pusat, dan anion atau molekul netral terikat pada atom pusat dinamakan
ligan (Latin: ligare, artinya mengikat). Menurut teori asam-basa Lewis, ion
logam transisi menyediakan orbital d yang kosong sehingga berperan sebagai asam
Lewis (akseptor pasangan elektron bebas) dan ion atau molekul netral yang
memiliki pasangan elektron bebas untuk didonorkan berperan sebagai basa Lewis.
Contoh ion kompleks adalah [Fe(H2O)6]3+. Atom
Fe bermuatan 3+ dengan konfigurasi elektron [Ar] 3d5 4s0.
Oleh karena atom Fe dapat mengikat enam molekul H2O (netral), atom
Fe harus menyediakan enam buah orbital kosong. Hal ini dicapai melalui
hibridisasi d2sp3. Proses hibridisasinya adalah sebagai berikut.Konfigurasi
dari ion Fe3+:
Oleh karena memerlukan enam
orbital kosong, hibridisasi yang terjadi adalah d2sp3,
yakni 2 orbital dari 3d, 1 orbital dari 4s, dan 3 orbital dari 4p. Keenam
orbital d2sp3 selanjutnya dihuni oleh pasangan elektron
bebas dari atom O dalam molekul H2O.
Molekul atau ion yang bertindak
sebagai ligan, yang terikat pada atom pusat, sekurang-kurangnya harus memiliki
satu pasang elektron valensi yang tidak digunakan, misalnya Cl–, CN–, H2O,
dan NH3, seperti ditunjukkan pada struktur Lewis Gambar 4.3.
Gambar 4.3 (a) Ligan H2O (b) Ligan NH3
Pada pembentukan ion kompleks,
ligan dikatakan mengkoordinasi logam sebagai atom pusat. Ikatan yang terbentuk
antara atom pusat dan ligan adalah ikatan kovalen koordinasi. Penulisan rumus
kimia untuk ikatan koordinasi dalam senyawa kompleks digunakan tanda kurung
siku. Jadi, dalam rumus [Cu(NH3)4]SO4 terdiri
atas kation [Cu(NH3)4]2+dan anion SO42–,
dengan kation merupakan ion kompleks. Senyawa yang terbentuk dari ion kompleks
dinamakan senya a kompleks atau koordinasi. Ion kompleks memiliki sifat berbeda
dengan atom pusat atau ligan pembentuknya. Misalnya, pada ion kompleks Fe(SCN)2+,
ion SCN– tidak berwarna dan ion Fe3+ berwarna cokelat.
Ketika kedua spesi itu bereaksi membentuk ion kompleks, [Fe(SCN)6]3–
warnanya menjadi merah darah. Pembentukan kompleks juga dapat mengubah
sifat-sifat ion logam, seperti sifat reduksi atau sifat oksidasi. Contohnya, Ag+
dapat direduksi oleh air dengan potensial reduksi standar:
Ag+(aq) + e– → Ag(s) Eo = +0,799
V
Namun ion [Ag(CN)2]–
tidak dapat direduksi oleh air sebab ion Ag+ sudah dikoordinasi oleh
ion CN– menjadi stabil dalam bilangan oksidasi +1.
[Ag(CN)2]–(aq)
+ e– → Ag(s) Eo = –0,31 V
BAB V
KESIMPULAN
Adapun kesimpulan yang didapat dari hasil pembahasan adalah sebagai berikut:
1.
Senyawa kompleks adalah senyawa
yang terdiri dari suatu ion atau atom pusat (biasanya ion logam transisi) dan
beberapa anion atau molekul netral yang terikat langsung pada ion atau atom
pusat melalui ikatan kovalen koordinasi.
2.
Dalam
ion kompleks, kation logam unsur transisi dinamakan atom pusat, dan anion atau
molekul netral terikat pada atom pusat dinamakan ligan
3.
Berdasarkan
jenis ikatannya ligan dikelompokan menjadi ikatan valensi, medan kristal, dan
orbital molekul
4.
Ikatan yang terbentuk antara atom
pusat dan ligan adalah ikatan kovalen koordinasi
5.
Jenis ligan dapat dikelompokkan
menjadi ligan monodentat,ligan bidentat, ligan tridentat, dan ligan polidentat
DAFTAR PUSTAKA
Anonim.2013. Contoh Ligan Monodentat, Bidentat, Polidentat, Senyawa Kelat, Contoh, Kegunaan, Kimia. Diakses pada http://perpustakaancyber.blogspot.com/2013/08/contoh-ligan-monodentat-bidentat-polidentat.html. pada tanggal 8 Desember 2014 pukul 05.00 WIB.
Chang, Raymond. 2004. Kimia Dasar.
Jakarta. Erlangga.
Hala S. Saad El-Dein, Ali Usama F. 2008. Production and Partial Purification of Cellulase Complex by Aspergillus
niger and A. nidulans Grown on Water Hyacinth Blend. Journal of Applied Sciences
Research, 4(7): 875-891.
Petrucci, H. Ralph dan Suminar. 1987. Kimia
Dasar Prinsip dan Terapan Modern. Jakarta: Erlangga
Vogel.1979.
Analisis
Anorganik Kuantitatif Makro dan Semi Mikro. Jakarta: PT.Kalman Mdia
Pustaka.
0 komentar:
Posting Komentar