REAKSI REDOKS DAN ELEKTROKIMIA
Elektrokimia I : Penyetaraan Reaksi Redoks dan Sel
Volta
Reaksi Redoks adalah
reaksi yang didalamnya terjadi perpindahan elektron secara berurutan dari satu
spesies kimia ke spesies kimia lainnya, yang sesungguhnya terdiri atas dua
reaksi yang berbeda, yaitu oksidasi
(kehilangan elektron) dan reduksi
(memperoleh elektron). Reaksi ini merupakan pasangan, sebab elektron
yang hilang pada reaksi oksidasi
sama dengan elektron yang diperoleh pada reaksi reduksi. Masing-masing reaksi (oksidasi dan reduksi)
disebut reaksi paruh (setengah reaksi), sebab diperlukan dua setengah
reaksi ini untuk membentuk sebuah reaksi dan reaksi keseluruhannya disebut reaksi redoks.
Ada
tiga definisi yang dapat digunakan untuk oksidasi, yaitu kehilangan elektron, memperoleh oksigen,
atau kehilangan hidrogen. Dalam pembahasan ini, kita menggunakan definisi
kehilangan elektron. Sementara definisi lainnya berguna saat menjelaskan
proses fotosintesis dan pembakaran.
Oksidasi adalah
reaksi dimana suatu senyawa kimia kehilangan elektron selama perubahan dari
reaktan menjadi produk. Sebagai contoh, ketika logam Kalium bereaksi dengan gas
Klorin membentuk garam Kalium Klorida (KCl), logam Kalium kehilangan satu
elektron yang kemudian akan digunakan oleh klorin. Reaksi yang terjadi adalah
sebagai berikut :
K —–> K+ + e-
Ketika
Kalium kehilangan elektron, para kimiawan mengatakan bahwa logam Kalium itu
telah teroksidasi menjadi kation
Kalium.
Seperti
halnya oksidasi, ada tiga
definisi yang dapat digunakan untuk menjelaskan reduksi, yaitu memperoleh elektron, kehilangan oksigen,
atau memperoleh hidrogen. Reduksi
sering dilihat sebagai proses memperoleh elektron. Sebagai contoh, pada
proses penyepuhan perak pada perabot rumah tangga, kation perak direduksi
menjadi logam perak dengan cara memperoleh elektron. Reaksi yang terjadi adalah
sebagai berikut :
Ag+ + e-
——> Ag
Ketika
mendapatkan elektron, para kimiawan mengatakan bahwa kation perak telah tereduksi menjadi logam perak.
Baik
oksidasi maupun reduksi tidak dapat terjadi sendiri,
harus keduanya. Ketika elektron tersebut hilang, sesuatu harus mendapatkannya.
Sebagai contoh, reaksi yang terjadi antara logam seng dengan larutan tembaga
(II) sulfat dapat dinyatakan dalam persamaan reaksi berikut:
Zn(s) + CuSO4(aq)
——> ZnSO4(aq) + Cu(s)
Zn(s) + Cu2+(aq)
——> Zn2+(aq) + Cu(s) (persamaan ion
bersih)
Sebenarnya, reaksi keseluruhannya
terdiri atas dua reaksi paruh:
Zn(s) ——> Zn2+(aq)
+ 2e-
Cu2+(aq) +
2e- ——> Cu(s)
Logam
seng kehilangan dua elektron, sedangkan kation tembaga (II) mendapatkan dua
elektron yang sama. Logam seng teroksidasi.
Tetapi, tanpa adanya kation tembaga (II), tidak akan terjadi suatu apa pun.
Kation tembaga (II) disebut zat
pengoksidasi (oksidator). Oksidator
menerima elektron yang berasal dari spesies kimia yang telah
teroksidasi.
Sementara
kation tembaga (II) tereduksi karena mendapatkan elektron. Spesies yang
memberikan elektron disebut zat
pereduksi (reduktor). Dalam hal ini, reduktornya adalah logam seng. Dengan demikian, oksidator adalah spesies yang tereduksi dan
reduktor adalah spesies yang
teroksidasi. Baik oksidator maupun
reduktor berada di ruas kiri
(reaktan) persamaan redoks.
Elektrokimia adalah
salah satu dari cabang ilmu kimia yang mengkaji tentang perubahan bentuk energi
listrik menjadi energi kimia dan sebaliknya. Proses elektrokimia melibatkan reaksi
redoks. Proses transfer elektron akan menghasilkan sejumlah energi
listrik. Aplikasi elektrokimia dapat
diterapkan dalam dua jenis sel, yaitu sel
volta dan sel elektrolisis.
Sebelum membahas kedua jenis sel tersebut, kita terlebih dahulu akan
mempelajari metode penyetaraan reaksi redoks.
Persamaan
reaksi redoks biasanya sangat kompleks, sehingga metode penyeteraan reaksi
kimia biasa tidak dapat diterapkan dengan baik. Dengan demikian, para kimiawan
mengembangkan dua metode untuk menyetarakan persamaan redoks. Salah satu metode
disebut metode perubahan bilangan
oksidasi (PBO), yang berdasarkan pada perubahan bilangan oksidasi yang
terjadi selama reaksi. Metode lain, disebut metode setengah reaksi (metode ion-elektron). Metode ini
melibatkan dua buah reaksi paruh, yang kemudian digabungkan menjadi
reaksi redoks keseluruhan.
Berikut
ini penjelasan sekilas tentang metode setengah
reaksi : persamaan redoks yang belum setara diubah menjadi persamaan
ion dan kemudian dipecah menjadi dua reaksi paruh, yaitu reaksi oksidasi dan
reaksi reduksi; setiap reaksi paruh ini disetarakan dengan terpisah dan
kemudian digabungkan untuk menghasilkan ion yang telah disetarakan; akhirnya,
ion-ion pengamat kembali dimasukkan ke persamaan ion yang telah disetarakan,
mengubah reaksi menjadi bentuk molekulnya.
Sebagai
contoh, saya akan menjelaskan langkah-langkah untuk menyetarakan persamaan
redoks berikut :
Fe2+(aq) +
Cr2O72-(aq) ——> Fe3+(aq)
+ Cr3+(aq)
1. Menuliskan persamaan reaksi
keseluruhan
Fe2+ + Cr2O72-
——> Fe3+ + Cr3+
2. Membagi reaksi menjadi dua reaksi
paruh
Fe2+ ——>
Fe3+
Cr2O72-
——> Cr3+
3. Menyetarakan jenis atom dan
jumlah atom dan muatan pada masing-masing setengah reaksi; dalam suasana asam, tambahkan H2O
untuk menyetarakan atom O dan H+ untuk menyetarakan atom H
Fe2+ ——> Fe3+
+ e-
6 e- + 14 H+
+ Cr2O72- ——> 2 Cr3+ + 7 H2O
4. Menjumlahkan kedua setengah
reaksi; elektron pada kedua sisi harus saling meniadakan; jika oksidasi dan reduksi memiliki jumlah elektron yang berbeda, maka harus
disamakan terlebih dahulu
6 Fe2+ ——> 6 Fe3+
+ 6 e- ……………… (1)
6 e- + 14 H+
+ Cr2O72- ——> 2 Cr3+ + 7 H2O
……………… (2)
6 Fe2+ + 14 H+
+ Cr2O72- ——> 6 Fe3+ + 2 Cr3+
+ 7 H2O ………………… [(1) + (2)]
5. Mengecek kembali dan yakin
bahwa kedua ruas memiliki jenis atom dan jumlah atom yang sama, serta memiliki
muatan yang sama pada kedua ruas persamaan reaksi
Untuk
reaksi yang berlangsung dalam suasana basa, tambahkan ion OH- dalam
jumlah yang sama dengan ion H+ pada masing-masing ruas untuk
menghilangkan ion H+. Persamaan reaksi tersebut berubah menjadi
sebagai berikut :
6 Fe2+ + 14 H+
+ 14 OH- + Cr2O72- ——>
6 Fe3+ + 2 Cr3+ + 7 H2O + 14 OH-
6 Fe2+ + 14 H2O + Cr2O72- ——>
6 Fe3+ + 2 Cr3+ + 7 H2O + 14 OH-
6 Fe2+ + 7 H2O + Cr2O72- ——>
6 Fe3+ + 2 Cr3+ + 14
OH-
Berikut
ini adalah contoh lain penyelesaian penyetaraan persamaan reaksi redoks :
Cu(s) + HNO3(aq)
——> Cu(NO3)2(aq) + NO(g) + H2O(l)
1. Mengubah reaksi redoks yang
belum disetarakan menjadi bentuk ion
Cu + H+ +
NO3- ——> Cu2+ + 2 NO3-
+ NO + H2O
2. Menentukan bilangan oksidasi
dan menuliskan dua setengah reaksi (oksidasi dan reduksi) yang
menunjukkan spesies kimia yang telah mengalami perubahan bilangan oksidasi
Cu ——> Cu2+
NO3- ——>
NO
3. Menyetarakan semua atom,
dengan pengecualian untuk oksigen dan hidrogen
Cu ——> Cu2+
NO3- ——>
NO
4. Menyetarakan atom oksigen dengan
menambahkan H2O pada ruas yang kekurangan oksigen
Cu ——> Cu2+
NO3- ——>
NO + 2 H2O
5. Menyetarakan atom hidrogen
dengan menambahkan H+ pada ruas yang kekurangan hidrogen
Cu ——> Cu2+
4 H+ + NO3-
——> NO + 2 H2O
6. Menyetarakan muatan ion pada
setiap ruas setengah reaksi dengan menambahkan elektron
Cu ——> Cu2+ + 2 e-
3 e- + 4 H+
+ NO3- ——> NO + 2 H2O
7. Menyetarakan kehilangan
elektron dengan perolehan elektron antara kedua setengah reaksi
3 Cu ——> 3 Cu2+ + 6
e-
6 e- + 8 H+
+ 2 NO3- ——> 2 NO + 4 H2O
8. Menggabungkan kedua reaksi
paruh tersebut dan menghilangkan spesi yang sama di kedua sisi; elektron selalu harus dihilangkan (jumlah
elektron di kedua sisi harus sama)
3 Cu ——> 3 Cu2+ + 6
e- …………………….. (1)
6 e- + 8 H+
+ 2 NO3 ——> 2 NO + 4 H2O …………………….. (2)
3 Cu + 8 H+ + 2 NO3-
——> 3 Cu2+ + 2 NO + 4 H2O …………………………….. [(1) + (2)]
9. Mengubah persamaan reaksi
kembali ke bentuk molekulnya dengan menambahkan ion pengamat
3 Cu + 8 H+ + 2 NO3-
+ 6 NO3-
——> 3 Cu2+ + 2 NO + 4 H2O + 6 NO3-
3 Cu + 8 HNO3
——> 3 Cu(NO3)2 + 2 NO + 4 H2O
10. Memeriksa kembali untuk
meyakinkan bahwa semua atomnya telah setara, semua muatannya telah setara, dan
semua koefisiennya ada dalam bentuk bilangan bulat terkecil
Metode
lain yang digunakan dalam menyetarakan persamaan reaksi redoks adalah metode perubahan bilangan oksidasi (PBO).
Saya akan menjelaskan langkah-langkah penyetaraan reaksi redoks dengan metode PBO melalu contoh berikut:
MnO4-(aq)
+ C2O42-(aq) ——> Mn2+(aq)
+ CO2(g)
1. Menentukan bilangan oksidasi
masing-masing unsur
MnO4- + C2O42- ——> Mn2+
+ CO2
+7 -2 +3
-2 +2 +4 -2
2. Menentukan unsur yang
mengalami perubahan bilangan oksidasi serta besarnya perubahan bilangan
oksidasi
Mn
mengalami perubahan bilangan oksidasi dari +7 menjadi +2; besarnya perubahan
bilangan oksidasi (Δ) sebesar 5
C mengalami perubahan bilangan
oksidasi dari +3 menjadi +4; besarnya perubahan bilangan okisdasi (Δ) sebesar 1
3. Mengalikan perubahan bilangan
oksidasi (Δ) dengan jumlah atom yang mengalami perubahan bilangan oksidasi
Mn : Δ = 5 x 1 = 5
C : Δ = 1 x 2 = 2
4. Menyamakan jumlah atom yang
mengalami perubahan bilangan oksidasi pada masing-masing ruas
MnO4- + C2O42-
——> Mn2+ + 2 CO2
5. Menyamakan perubahan bilangan
oksidasi (Δ); bilangan pengali dijadikan sebagai koefisien reaksi baru
Mn dikalikan 2 dan C dikalikan 5,
sehingga Δ kedua unsur sama, yaitu sebesar 10
2 MnO4- + 5 C2O42- ——> 2 Mn2+ +
10 CO2
6. Dalam tahap ini, reaksi hampir
selesai disetarakan; selanjutnya atom O dapat disetarakan dengan menambahkan H2O
pada ruas yang kekurangan atom O; sementara untuk menyetarakan atom H, gunakan
H+
16 H+
+ 2 MnO4-
+ 5 C2O42-
——> 2 Mn2+
+ 10 CO2 + 8 H2O
7. Memeriksa kembali untuk
meyakinkan bahwa semua atomnya telah setara, semua muatannya telah setara, dan
semua koefisiennya ada dalam bentuk bilangan bulat terkecil
Untuk reaksi yang berlangsung
dalam suasana basa, tambahkan ion OH- dalam jumlah yang sama dengan
ion H+ pada masing-masing ruas untuk menghilangkan ion H+.
Persamaan reaksi tersebut berubah menjadi sebagai berikut :
16 OH-
+ 16 H+ + 2 MnO4- + 5 C2O42-
——> 2 Mn2+ + 10 CO2 + 8 H2O
+ 16 OH-
16 H2O
+ 2 MnO4- + 5 C2O42-
——> 2 Mn2+ + 10 CO2 + 8 H2O
+ 16 OH-
8 H2O + 2 MnO4- + 5 C2O42-
——> 2 Mn2+ + 10 CO2 + 16 OH-
Selanjutnya,
saya akan kembali memberikan sebuah contoh penyelesaian persamaan reaksi redoks
dengan metode PBO :
MnO(s) + PbO2(s)
+ HNO3(aq) ——> HMnO4(aq) + Pb(NO3)2(aq)
+ H2O(l)
1. Mengubah reaksi redoks yang
belum disetarakan menjadi bentuk ion
MnO + PbO2 + H+ +
NO3‑ ——> H+ + MnO4- +
Pb2+ + 2 NO3- + H2O
2. Menentukan bilangan oksidasi
masing-masing unsur
MnO + PbO2
+ H+ + NO3‑ ——> H+ + MnO4- + Pb2+ + 2 NO3-
+ H2O
+2 -2 +4
-2 + 1 +5 -2 +1 +7 -2 +2 +5 -2 +1 -2
3. Menuliskan kembali semua unsur
yang mengalami perubahan bilangan oksidasi; ion pengamat tidak disertakan
MnO + PbO2
——> MnO4- +
Pb2+
+2 -2 +4
-2 +7 -2 +2
4. Menentukan unsur yang
mengalami perubahan bilangan oksidasi serta besarnya perubahan bilangan
oksidasi
Mn
mengalami perubahan bilangan oksidasi dari +2 menjadi +7; besarnya perubahan
bilangan oksidasi (Δ) sebesar 5
Pb
mengalami perubahan bilangan oksidasi dari +4 menjadi +2; besarnya perubahan
bilangan okisdasi (Δ) sebesar 2
5. Mengalikan perubahan bilangan
oksidasi (Δ) dengan jumlah atom yang mengalami perubahan bilangan oksidasi
Mn : Δ = 5 x 1 = 5
Pb : Δ = 2 x 1 = 2
6. Menyamakan jumlah atom yang
mengalami perubahan bilangan oksidasi pada masing-masing ruas
MnO + PbO2 ——> MnO4-
+ Pb2+
7. Menyamakan perubahan bilangan
oksidasi (Δ); bilangan pengali dijadikan sebagai koefisien reaksi baru
Mn dikalikan 2 dan Pb dikalikan
5, sehingga Δ kedua unsur sama, yaitu sebesar 10
2 MnO + 5 PbO2
——> 2 MnO4-
+ 5 Pb2+
8. Dalam tahap ini, reaksi hampir
selesai disetarakan; selanjutnya atom O dapat disetarakan dengan menambahkan H2O
pada ruas yang kekurangan atom O; sementara untuk menyetarakan atom H, gunakan
H+
8 H+
+ 2 MnO
+ 5 PbO2 ——> 2 MnO4- + 5 Pb2+ + 4 H2O
9. Mengubah persamaan reaksi
kembali ke be ntuk molekulnya dengan menambahkan ion pengamat
10 NO3-
+ 2 H+ +
8 H+ + 2 MnO + 5 PbO2 ——> 2 MnO4- +
5 Pb2+ + 4 H2O + 2
H+ + 10 NO3-
2 MnO + 5 PbO2 + 10 HNO3 ——> 2 HMnO4 + 5 Pb(NO3)2 + 4 H2O
10. Memeriksa kembali untuk
meyakinkan bahwa semua atomnya telah setara, semua muatannya telah setara, dan
semua koefisiennya ada dalam bentuk bilangan bulat terkecil
Pada
pembahasan sebelumnya, kita telah mengetahui bahwa saat sepotong logam seng
dicelupkan ke dalam larutan tembaga (II) sulfat, akan terjadi reaksi redoks.
Logam seng akan teroksidasi menjadi ion Zn2+, sementara ion Cu2+
akan tereduksi menjadi logam tembaga yang menutupi permukaan logam seng.
Persamaan untuk reaksi ini adalah sebagai berikut :
Zn(s) + Cu2+(aq)
——> Zn2+(aq) + Cu(s)
Ini
merupakan contoh perpindahan elektron langsung. Logam seng memberikan
dua elektron (menjadi teroksidasi)
ke ion Cu2+ yang menerima kedua elektron tersebut (mereduksinya menjadi logam tembaga).
Logam tembaga akan melapisi permukaan logam seng.
Seandainya
kedua reaksi paruh tersebut dapat dipisahkan, sehingga ketika logam seng
teroksidasi, elektron akan
dilepaskan dan dialirkan melalui kawat penghantar untuk mencapai ion Cu2+ (perpindahan
elektron tidak langsung), kita akan mendapatkan sesuatu yang bermanfaat.
Selama reaksi kimia berlangsung, akan terjadi aliran elektron yang menghasilkan
energi listrik. Peralatan yang dapat mengubah energi kimia (reaksi
redoks) menjadi arus listrik
(aliran elektron = energi listrik) dikenal dengan Sel Volta atau Sel Galvani.
Salah
satu contoh sel volta yang
sering digunakan para kimiawan adalah Sel
Daniell. Sel volta ini
menggunakan reaksi antara logam Zn dan ion Cu2+ untuk menghasilkan
listrik. Sel Daniell diberi nama
menurut penemunya, John Frederic
Daniell, seorang kimiawan Inggris yang menemukannya pada tahun 1836).
Pada
Sel Daniell, sepotong logam seng
dimasukkan ke dalam larutan seng (II) sulfat, ZnSO4(aq), pada satu
wadah. Sementara, sepotong logam tembaga juga dimasukkan ke dalam larutan
tembaga (II) sulfat, CuSO4(aq), pada wadah lainnya. Potongan logam
tersebut disebut elektroda yang
berfungsi sebagai ujung akhir atau penampung elektron. Kawat penghantar akan
menghubungkan elektroda-elektrodanya. Selanjutnya, rangkaian sel dilengkapi
pula dengan jembatan garam. Jembatan garam, biasanya berupa tabung
berbentuk U yang terisi penuh dengan larutan garam pekat, memberikan jalan bagi
ion untuk bergerak dari satu tempat ke tempat lainnya untuk menjaga larutan
agar muatan listriknya tetap netral.
Sel Daniell bekerja
atas dasar prinsip reaksi redoks.
Logam seng teroksidasi dan
membebaskan elektron yang mengalir melalui kawat menuju elektroda tembaga.
Selanjutnya, elektron tersebut digunakan oleh ion Cu2+ yang
mengalami reduksi membentuk
logam tembaga. Ion Cu2+ dari larutan tembaga (II) sulfat akan
melapisi elektroda tembaga, sedangkan elektroda seng semakin berkurang (habis).
Kation-kation di dalam jembatan garam berpindah
ke wadah yang mengandung elektroda tembaga untuk menggantikan ion tembaga yang
semakin habis. Sebaliknya, anion-anion pada jembatan garam berpindah ke sisi elektroda seng, yang menjaga agar
larutan yang mengandung ion Zn2+ tetap bermuatan listrik netral.
Elektroda
seng disebut anoda, yaitu
elektroda yang menjadi tempat terjadinya reaksi oksidasi. Oleh karena anoda
melepaskan elektron, maka anoda kaya
akan elektron sehingga diberi tanda negatif (kutub negatif). Sementara, elektroda tembaga disebut katoda, yaitu elektroda yang menjadi
tempat terjadinya reaksi reduksi.
Oleh karena katoda menerima elektron,
maka katoda kekurangan elektron
sehingga diberi tanda positif (kutub
positif).
Reaksi
yang terjadi pada masing-masing elektroda (reaksi setengah sel) adalah sebagai berikut:
Anoda (-) : Zn(s)
——> Zn2+(aq) + 2e- ……………………. (1)
Katoda (+) : Cu2+(aq)
+ 2e- ——> Cu(s) ……………………. (2)
Reaksi Sel : Zn(s) +
Cu2+(aq) ——> Zn2+(aq) + Cu(s)
…………………………… [(1) + (2)]
Munculnya
arus listrik (aliran elektron) yang terjadi dari anoda menuju katoda
disebabkan oleh perbedaan potensial elektrik antara kedua elektroda tersebut.
Melalui percobaan, perbedaan potensial elektrik antara katoda dan anoda dapat
diukur dengan voltmeter dan
hasilnya berupa potensial standar sel
(E°sel). Semakin besar perbedaan potensial elektrik,
semakin besar pula arus listrik dan
potensial standar sel yang
dihasilkan.
Reaksi
yang terjadi pada sel volta dapat
dinyatakan dalam bentuk yang lebih ringkas, yaitu notasi sel. Sesuai dengan kesepakatan, reaksi oksidasi dinyatakan di sisi kiri,
sementara reaksi reduksi dinyatakan
di sisi kanan. Notasi sel untuk Sel Daniell adalah sebagai berikut :
Zn(s) / Zn2+(aq)
// Cu2+(aq) / Cu(s)
Saat
konsentrasi ion Cu2+ dan Zn2+ masing-masing 1 M, terlihat
pada voltmeter bahwa besarnya potensial standar sel (E°sel) bagi
Sel Daniell adalah 1,10 V pada
suhu 25°C. Oleh karena reaksi sel merupakan
hasil penjumlahan dari dua reaksi
setengah sel, maka potensial
standar sel merupakan hasil penjumlahan dari dua potensial standar setengah sel. Pada Sel Daniell, potensial
standar sel merupakan hasil penjumlahan potensial elektroda Cu dan Zn.
Dengan mengetahui potensial standar
dari masing-masing elektroda, kita dapat menentukan besarnya potensial standar sel lain yang
terbentuk. Potensial yang
digunakan dalam pemahasan ini adalah potensial
standar reduksi.
Potensial standar reduksi masing-masing elektroda dapat ditentukan dengan
membandingkannya terhadap elektroda standar (acuan), yaitu elektroda hidrogen standar (SHE = Standard
Hydrogen Electrode). Keadaan standar yang dimaksud adalah saat tekanan
gas H2 sebesar 1 atm, konsentrasi larutan ion H+ sebesar
1 M, dan dan pengukuran dilakukan pada suhu 25°C. Sesuai dengan kesepakatan, SHE memiliki potensial standar reduksi sebesar nol (E°red SHE = 0).
2 H+ (1 M)
+ 2 e- ——> H2 (1 atm) E°red = 0 V
SHE dapat digunakan untuk
menentukan besarnya potensial standar
reduksi (E°red) elektroda lainnya. Dengan demikian, kita
dapat menyusun suatu daftar yang berisi urutan nilai E°red elektroda-elektroda, dari yang terkecil (paling
negatif) hingga yang terbesar (paling positif). Susunan elektroda-elektroda
tersebut di kenal dengan istilah Deret
Volta (deret kereaktifan logam).
Li – K – Ba – Sr – Ca – Na – Mg –
Al – Mn – Zn – Cr – Fe – Cd – Co – Ni – Sn – Pb – H+ – Cu – Ag – Hg
– Pt – Au
Logam-logam
yang terletak di sisi kiri H+
memiliki E°red bertanda
negatif. Semakin ke kiri, nilai E°red semakin kecil
(semakin negatif). Hal ini menandakan bahwa logam-logam tersebut semakin sulit
mengalami reduksi dan cenderung
mengalami oksidasi. Oleh sebab
itu, kekuatan reduktor akan
meningkat dari kanan ke kiri. Sebaliknya, logam-logam yang terletak di sisi kanan H+ memiliki E°red bertanda positif. Semakin ke kanan, nilai E°red semakin besar
(semakin positif). Hal ini berarti bahwa logam-logam tersebut semakin mudah
mengalami reduksi dan sulit
mengalami oksidasi. Oleh sebab
itu, kekuatan oksidator akan
meningkat dari kiri ke kanan. Singkat kata, logam yang terletak disebelah kanan
relatif terhadap logam lainnya, akan mengalami reduksi. Sementara, logam yang terletak di sebelah kiri relatif
terhadap logam lainnya, akan mengalami oksidasi.
Logam yang terletak disebelah kiri relatif terhadap logam lainnya mampu mereduksi ion logam menjadi logam (mendesak ion dari larutannya menjadi logam).
Sebaliknya, logam yang terletak di sebelah kanan relatif terhadap logam lainnya
mampu mengoksidasi logam menjadi
ion logam (melarutkan logam menjadi
ion dalam larutannya).
Sebagai
contoh, kita ingin merangkai sebuah sel
volta dengan menggunakan elektroda Fe dan Ni. Berdasarkan susunan logam
pada deret volta, logam Fe
terletak di sebelah kiri relatif terhadap logam Ni. Hal ini menandakan bahwa
logam Ni lebih mudah tereduksi dibandingkan logam Fe. Akibatnya, dalam sel volta, elektroda Ni berfungsi
sebagai katoda, sedangkan
elektroda Fe berfungsi sebagai anoda.
Reaksi yang terjadi pada sel volta adalah
sebagai berikut :
Katoda (+) : Ni2+ + 2
e- ——> Ni ……………………. (1)
Anoda (-) : Fe ——> Fe2+ +
2 e- ……………………. (2)
Reaksi Sel : Fe + Ni2+ ——>
Fe2+ + Ni …………………………………… [(1) + (2)]
Notasi Sel : Fe / Fe2+
// Ni2+ / Ni
Sesuai
dengan kesepakatan, potensial sel (E°sel)
merupakan kombinasi dari E°red
katoda dan E°red
anoda, yang ditunjukkan melalui persamaan berikut :
E°sel
= E° katoda – E° anoda
Potensial reduksi standar (E°red) masing-masing elektroda dapat dilihat pada Tabel Potensial Standar Reduksi. Dari
tabel, terlihat bahwa nilai E°red Fe
adalah sebesar -0,44 V. Sementara nilai E°red Ni adalah sebesar -0,25 V. Dengan demikian, nilai
E°sel Fe/Ni adalah
sebagai berikut :
E°sel
= -0,25 – (-0,44) = +0,19 V
Suatu
reaksi redoks dapat berlangsung spontan apabila nilai E°sel positif. Reaksi tidak
dapat berlangsung spontan apabila
nilai E°sel negatif.
Reaksi yang dapat berlangsung spontan justru
adalah reaksi kebalikannya.
Apabila
larutan tidak dalam keadaan standar, maka hubungan antara potensial sel (Esel) dengan
potensial sel standar (E°sel)
dapat dinyatakan dalam persamaan
Nerst berikut ini :
E sel =
E°sel – (RT/nF) ln Q
Pada suhu 298 K (25°C), persamaan Nerst berubah menjadi
sebagai berikut :
E sel =
E°sel – (0,0257/n) ln Q
E sel =
E°sel – (0,0592/n) log Q
Esel = potensial sel
pada keadaan tidak standar
E°sel = potensial sel
pada keadaan standar
R = konstanta gas ideal = 8,314
J/mol.K
T = suhu mutlak (K) [dalam hal
ini, kita menggunakan temperatur kamar, 25°C atau 298 K]
n = jumlah mol elektron yang
terlibat dalam redoks
F = konstanta Faraday = 96500 C/F
Q = rasio konsentrasi ion produk
terhadap konsentrasi ion reaktan
Selama
proses reaksi redoks
berlangsung, elektron akan mengalir dari anoda menuju katoda.
Akibatnya, konsentrasi ion reaktan akan berkurang, sebaliknya konsentrasi ion
produk akan bertambah. Nilai Q akan meningkat, yang menandakan bahwa nilai Esel akan menurun. Pada
saat reaksi mencapai kesetimbangan, aliran elektron akan terhenti. Akibatnya, Esel = 0 dan Q = K (K=
konstanta kesetimbangan kimia). Dengan demikian, konstanta kesetimbangan kimia
(K) dapat ditentukan melalui sel volta.
Melalui
pembahasan persamaan Nerst,
dapat terlihat bahwa besarnya potensial sel dipengaruhi oleh konsentrasi.
Dengan demikian, kita dapat merakit sel
volta yang tersusun dari dua elektroda yang identik, tetapi
masing-masing memiliki konsentrasi ion yang berbeda. Sel seperti ini dikenal
dengan istilah Sel Konsentrasi.
Sebagai
contoh, sel konsentrasi dengan
elektroda Zn, masing-masing memiliki konsentrasi ion seng sebesar 1,0 M dan 0,1
M. Larutan yang relatif pekat akan
mengalami reduksi, sementara larutan yang lebih encer mengalami oksidasi.
Potensial standar sel (E°sel) untuk sel konsentrasi
adalah nol (0). Reaksi yang terjadi pada sel konsentrasi Zn adalah sebagai berikut :
Katoda (+) : Zn2+ (1,0
M) + 2 e- ——> Zn …………………….. (1)
Anoda (-) : Zn ——> Zn2+ (0,1
M) + 2 e‑ …………………….. (2)
Reaksi Sel : Zn2+ (1,0
M) ——> Zn2+ (0,1 M) …………………………….. [(1) + (2)]
Notasi Sel : Zn / Zn2+ (0,1
M) // Zn2+ (1,0 M) / Zn
Potensial sel konsentrasi dapat diperoleh melalui persamaan Nerst berikut :
E sel =
E°sel – (0,0257/2) ln ([Zn2+] encer / [Zn2+] pekat)
E sel =
0 – (0,0257/2) ln [(0,1] / [1,0])
E sel =
0,0296 volt
Potensial sel konsentrasi umumnya relatif kecil dan semakin berkurang selama
proses reaksi berlangsung. Reaksi akan terus berlangsung hingga kedua wadah
mencapai keadaan konsentrasi ion sama. Apabila konsentrasi ion kedua wadah
telah sama, Esel = 0 dan
aliran elektron terhenti.
Aplikasi
pengetahuan sel volta dapat
ditemukan dalam kehidupan sehari-hari. Salah satu contoh aplikasi sel volta adalah penggunaan batu baterai. Baterai adalah sel galvani, atau gabungan dari beberapa sel
galvani , yang dapat digunakan sebagai sumber arus listrik. Beberapa jenis baterai yang kita
gunakan dalam kehidupan sehari-hari, antara lain :
1. The Dry Cell
Battery
Dikenal
dengan istilah sel Leclanche
atau batu baterai kering. Pada
batu baterai kering, logam seng berfungsi sebagai anoda. Katodanya berupa
batang grafit yang berada di tengah sel. Terdapat satu lapis mangan dioksida
dan karbon hitam mengelilingi batang grafit dan pasta kental yang terbuat dari
amonium klorida dan seng (II) klorida yang berfungsi sebagai elektrolit.
Potensial yang dihasilkan sekitar 1,5 volt.
Reaksi selnya adalah sebagai
berikut :
Katoda (+) : 2 NH4+(aq)
+ 2 MnO2(s) + 2 e- ——> Mn2O3(s) +
2 NH3(aq) + H2O(l) ……………… (1)
Anoda (-) : Zn(s)
——> Zn2+(aq) + 2 e- …………….. (2)
Reaksi Sel : 2 NH4+(aq)
+ 2 MnO2(s) + Zn(s) ——> Mn2O3(s)
+ 2 NH3(aq) + H2O(l) + Zn2+(aq)
…………….. [(1) + (2)]
Pada
batu baterai kering alkalin (baterai alkalin), amonium klorida yang bersifat
asam pada sel kering diganti dengan kalium hidroksida yang bersifat basa
(alkalin). Dengan bahan kimia ini, korosi pada bungkus logam seng dapat
dikurangi.
2. The Mercury
Battery
Sering
digunakan pada dunia kedokteran dan industri elektronik. Sel merkuri mempunyai
struktur menyerupai sel kering. Dalam baterai ini, anodanya adalah logam seng (membentuk amalgama dengan merkuri),
sementara katodanya adalah baja
(stainless steel cylinder). Elektrolit yang digunakan dalam baterai ini
adalah merkuri (II) Oksida, HgO. Potensial yang dihasilkan sebesar 1,35 volt.
Reaksi selnya adalah sebagai
berikut :
Katoda (+) : HgO(s) +
H2O(l) + 2 e- ——> Hg(l) + 2 OH-(aq)
…………………… (1)
Anoda (-) : Zn(Hg) + 2 OH-(aq)
——> ZnO(s) + H2O(l) + 2 e‑
………………….. (2)
Reaksi sel : Zn(Hg) + HgO(s)
——> ZnO(s) + Hg(l) ………………………. [(1) + (2)]
3. The Lead Storage Battery
Dikenal
dengan sebutan baterai mobil atau
aki/accu. Baterai penyimpan
plumbum (timbal) terdiri dari enam sel yang terhubung secara seri. Anoda pada setiap sel adalah plumbum (Pb),
sedangkan katodanya adalah plumbum dioksida (PbO2). Elektroda
dicelupkan ke dalam larutan asam sulfat (H2SO4).
Reaksi selnya pada saat pemakaian
aki adalah sebagai berikut :
Katoda (+) : PbO2(s) +
4 H+(aq) + SO42-(aq) + 2
e- ——> PbSO4(s) + 2 H2O(l) ………………… (1)
Anoda (-) : Pb(s) + SO42-(aq)
——> PbSO4(s) + 2 e- …………………………… (2)
Reaksi sel : PbO2(s) +
Pb(s) + 4 H+(aq) + 2 SO42-(aq)
——> 2 PbSO4(s) + 2 H2O(l) ……………………. [(1) +
(2)]
Pada
kondisi normal, masing-masing sel menghasilkan potensial sebesar 2 volt. Dengan
demikian, sebuah aki dapat menghasilkan potensial sebesar 12 volt. Ketika
reaksi diatas terjadi, kedua elektroda menjadi terlapisi oleh padatan plumbum
(II) sulfat, PbSO4, dan asam sulfatnya semakin habis.
Semua
sel galvani menghasilkan listrik sampai semua reaktannya habis, kemudian harus
dibuang. Hal ini terjadi pada sel kering dan sel merkuri. Namun, sel aki dapat
diisi ulang (rechargeable), sebab reaksi redoksnya dapat dibalik untuk
menghasilkan reaktan awalnya. Reaksi yang terjadi saat pengisian aki merupakan
kebalikan dari reaksi yang terjadi saat pemakaian aki.
4. The Lithium-Ion
Battery
Digunakan
pada peralatan elektronik, seperti komputer, kamera digital, dan telepon
seluler. Baterai ini memiliki massa yang ringan sehingga bersifat portable.
Potensial yang dihasilkan cukup besar, yaitu sekitar 3,4 volt. Anodanya adalah Li dalam grafit,
sementara katodanya adalah
oksida logam transisi (seperti CoO2). Elektrolit yang digunakan
adalah pelarut organik dan sejumlah garam organik.
Reaksi yang terjadi adalah
sebagai berikut :
Katoda (+) : Li+(aq)
+ CoO2(s) + e- ——> LiCoO2(s) ………………. (1)
Anoda : Li(s) ——>
Li+ (aq) + e- ………………. (2)
Reaksi sel : Li(s) +
CoO2(s) ——> LiCoO2(s) ……………………. [(1) + (2)]
5. Fuel Cell
Dikenal
pula dengan istilah sel bahan bakar.
Sebuah sel bahan bakar hidrogen-oksigen
yang sederhana tersusun atas dua elektroda inert dan larutan elektrolit,
seperti kalium hidroksida. Gelembung gas hidrogen dan oksigen dialirkan pada
masing-masing elektroda. Potensial yang dihasilkan adalah sebesar 1,23 volt.
Reaksi yang terjadi adalah
sebagai berikut :
Katoda (+) : O2(g) + 2 H2O(l)
+4 e- ——> 4 OH-(aq) ………………..(1)
Anoda (-) : 2 H2(g) +
4 OH-(aq) ——> 4 H2O(l)
+ 4 e- ……………………… (2)
Reaksi sel : O2(g) + 2
H2(g) ——> 2 H2O(l) ………………. [(1) + (2)]
Korosi adalah
persitiwa teroksidasinya besi membentuk karat besi (Fe2O3.xH2O).
Korosi besi disebabkan oleh beberapa faktor, seperti adanya air, gas oksigen,
dan asam. Karat besi dapat mengurangi kekuatan besi. Oleh karena itu, korosi
besi harus dicegah.
Korosi
merupakan salah satu reaksi redoks yang tidak diharapkan. Reaksi yang terjadi
selama proses korosi adalah sebagai berikut :
Katoda (+) : O2(g) + 4
H+(aq) + 4 e- ——> 2 H2O(l) ………………………
(1)
Anoda (-) : 2 Fe(s) ——>
2 Fe2+(aq) + 4 e- ………………. (2)
Reaksi sel : 2 Fe(s) +
O2(g) + 4 H+(aq) ——> 2 Fe2+(aq)
+ 2 H2O(l) …………….. [(1) + (2)]
E°sel = +1,67 volt
Ion
Fe2+ akan teroksidasi kembali oleh sejumlah gas oksigen menghasilkan
ion Fe3+ (karat besi). Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut :
4 Fe2+(aq) +
O2(g) + (4+2x) H2O(l) ——> 2 Fe2O3.xH2O(s)
+ 8 H+(aq)
Untuk
melindung logam besi dari proses korosi, beberapa metode proteksi dapat
diterapkan, antara lain :
1. Melapisi permukaan logam besi
dengan lapisan cat
2. Melapisi permukaan logam besi
dengan lapisan minyak (gemuk)
3. Melapisi permukaan logam besi
dengan oksida inert (seperti Cr2O3 atau Al2O3)
4. Proteksi Katodik (Pengorbanan
Anoda)
Suatu
metode proteksi logam besi dengan menggunakan logam-logam yang lebih reaktif
dibandingkan besi (logam-logam dengan E°red
lebih kecil dari besi), seperti seng dan magnesium. Dengan metode ini,
logam-logam yang lebih reaktif tersebut akan teroksidasi, sehingga logam besi
terhindar dari peristiwa oksidasi. Oleh karena logam pelindung, dalam hal ini
“mengorbankan diri” untuk melindungi besi, maka logam tersebut harus diganti
secara berkala.
5. Melapisi permukaan logam besi
dengan logam lain yang inert terhadap korosi
Metode
ini menggunakan logam-logam yang kurang reaktif dibandingkan besi (logam-logam
dengan E°red lebih besar dari besi), seperti timah
dan tembaga. Pelapisan secara sempurna logam inert pada permukaan logam besi
dapat mencegah kontak besi dengan agen penyebab korosi (air, asam, dan gas
oksigen). Akan tetapi, apabila terdapat cacat atau terkelupas (tergores), akan
terjadi percepatan korosi.
0 komentar:
Posting Komentar